Santri Sebagai Agent of Change di Masa Pandemi

(Dok.Pribadi Potret Upacara Hari Santri Nasional 2021)

Wabah virus corona banyak merubah konfigurasi kehidupan masyarakat hampir menyeluruh. Virus ini merasuk kedalam berbagai lini kehidupan, diantaranya adalah dunia pendidikan. Lembaga Pendidikan Islam tertua di Indonesia, dunia pesantren pun turut terkena imbasnya. Pondok pesantren sudah ada sejak sebelum Indonesia lahir. Selama ini pula pondok pesantren sudah mewarnai dan memberikan kontribusi besar terhadap negara. Merujuk kata pesantren, tidak lepas dengan adanya peran seorang santri. Maka pada masa pandemi seperti sekarang, para santri harus siap jiwa dan raga menjadi gada terdepan, menjadi contoh dan teladan dalam penanganan COVID-19. Tantangan santri pada masa pandemi tentunya semakin berat, dimensi yang berubah ditambah dengan era digitalisasi serta keterbukaan informasi juga memberikan tantangan dalam berdakwah, berkarya maupun mengaji atau belajar. Indonesia dengan penduduk yang mayoritas beragama islam semestinya kaum santri diberikan peran khusus dalam menangani COVID-19 di Negara ini. Di sini peran serta santri dalam tataran hablum minannas patut dihadirkan dan dikedepankan untuk kemaslahatan umat pada masa pandemi COVID-19. 

Dalam kesehariannya, kaum santri identik dengan kultur kehidupan rohaniah dan memiliki peranan penting dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial. Dengan keteladanan dan kesalehan sosialnya, santri dapat berperan sebagai agent of change dalam membantu mengubah paradigma, pola pikir, dan perilaku apatis masyarakat terkait COVID-19. Melalui pendekatan ala santri, masyarakat yang kurang paham, apatis, atau bahkan yang sama sekali tidak percaya tentang COVID-19 dapat diberikan pencerahan tentang bahaya nyata virus ini.

Peran lain seorang santri adalah sebagai social influencer. Dalam konteks ini santri berperan untuk membantu mengkomunikasikan dan mensosialisasikan secara efektif kepada masyarakat terkait kebijakan-kebijakan pemerintah menyangkut penanganan COVID-19. Sesempurna dan sehebat apapun sebuah kebijakan penanganan COVID-19, kiranya akan sulit mencapai hasil maksimal jika masyarakatnya kurang sepenuhnya mendukung dan kurang mematuhi kebijakan yang dimaksud.Oleh sebab itu, kehadiran social influencer dari kalangan santri dinilai sangatlah penting untuk membantu membumikan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penanganan COVID-19, terutama di kalangan masyarakat muslim. Selain itu, santri meniliki peranmengedukasi masyarakat terkait pentingnya mematuhi protokol kesehatan, termasuk dalam menjaga lingkungannya agar tidak menjadi kluster COVID-19 serta sosialisasipentingnya vaksinasi.

Peran serta santri bertujuan pula untuk meluruskan penilaian keliru sebagian masyarakat terhadap akar rumput mengenai COVID-19. Belakangan muncul sederet peristiwa stigmatisasi antara satu sama lain di tengah pandemi ini. Stigmatisasi COVID-19 di kalangan masyarakat menjadikan virus korona baru ini bak “virus penyakit kutukan”. Persepsi demikian boleh jadi muncul dilatarbelakangi oleh pemahaman masyarakat yang keliru dalam memaknai anjuran social distancing atau physical distancing. Di satu sisi, hal tersebut menunjukkan adanya kesadaran dan kewaspadaan pada virus COVID-19 mulai terbentuk. Sudah banyak yang menyadari bahwa virus ini tidak bisa dianggap remeh. Namun, upaya menjaga jarak ini menjadi keblabasan dan mengesampingkan rasa kemanusiaan.Persepsi demikian menjadikan mereka yang terinfeksi COVID-19 merasa terzalimi secara sosial dan merasa terintimidasi. Bahkan pada saat meninggal dunia pun proses pemakaman jenazah mereka pun tidak jarang mendapati penolakan dari warga masyarakat sekitar. Disinilah peran santri dibutuhkan untuk meluruskan stigma-stigma yang keliru tersebut, dengan metode ala kesantriannya tentunya sehingga dapat diterima masyarakat serta dapat memperkuat solidaritas. Jarak fisik memang harus direnggangkan, tapi tidak dengan ikatan sosial yang justru harus di rapatkan. Jaga jarak dengan penyakit, bukan dengan kemanusiaan.

Norma Fitriani
Anggota KKN RDR 77 Kelompok 74 
Prodi Pendidikan Biologi UIN Walisongo Semarang

                                                

Comments

Popular Posts